Detik-Detik yang Berharga
Jam menunjukkan pukul 14:35 WIB ketika layar komputer Pak Artha berkedip cepat. Dua puluh tujuh jendela chart terbuka bersamaan, masing-masing menampilkan pergerakan mata uang berbeda dalam timeframe M5 dan M15. Tangannya bergerak presisi di atas mouse, mata tajam memantau setiap tick harga yang berubah-ubah. Dalam satu jam terakhir, sudah 43 order dieksekusi—beberapa profit, beberapa loss, tapi semuanya terkontrol.
“Entry sell di GBPUSD, 1.2745,” bisiknya pelan sambil mengeklik mouse. Tak sampai tiga detik, notifikasi berdering: order closed, profit 6 pips. Senyum tipis menghiasi wajahnya. “Satu lagi.”
Di ruang tradingnya yang sederhana di kawasan Jakarta Selatan, Pak Artha—nama lengkapnya Artha Wijaya Kusuma—sedang melakukan apa yang dia kuasai terbaik: scalping high frequency di pasar sideways. Pria berusia 42 tahun ini bukanlah trader biasa. Dia adalah “Top Rebate Gain” di Onorebate, platform rebate forex terbesar di Indonesia, dengan total rebate yang terakumulasi mencapai ratusan juta rupiah dalam setahun.
“Scalping itu seperti menari,” ujarnya suatu ketika dalam sebuah webinar. “Kau harus mengikuti irama pasar, bukan melawannya. Kalau sideways, kau bergerak dalam kotak. Kalau trending, kau ikuti alur. Tapi yang paling penting—setiap langkah harus menghasilkan, baik dari profit maupun rebate.”
Di layar, GBPUSD mulai bergerak sideways setelah rilis data inflasi UK yang tidak sesuai ekspektasi. Bagi kebanyakan trader, ini adalah kondisi membosankan. Tapi bagi Pak Artha, ini adalah medan perangnya. Sideway market adalah tempat di mana dia “menari” dengan indikator Envelope, Moving Average, dan Demarker—membaca setiap peluang kecil yang tersembunyi di antara fluktuasi harga.
“Market sideways itu seperti lautan tenang dengan ombak kecil,” jelasnya saat berbincang santai. “Banyak trader mencari ombak besar untuk surfing, tapi saya lebih suka menangkap banyak ombak kecil. Satu mungkin hanya memberikan profit 5-8 pips, tapi seratus transaksi seperti itu dalam sehari? Itu baru menghasilkan sesuatu.”
Dan yang membuat strateginya semakin menguntungkan: setiap transaksi, baik profit maupun loss, tetap menghasilkan rebate dari Onorebate. Dua kemenangan dalam setiap klik—itulah filosofi yang membawanya menjadi salah satu trader scalping paling sukses di Indonesia saat ini.
Dari Pencari Cuan ke Master Strategi
Perjalanan Pak Artha menjadi “Raja Scalping” tidaklah mudah. Lahir di Surabaya, 15 Maret 1981, Artha tumbuh dalam keluarga sederhana. Ayahnya bekerja sebagai pegawai negeri sipil, sementara ibunya adalah ibu rumah tangga yang mengelola warung kecil di depan rumah mereka.
“Saya dulu tidak pernah membayangkan akan menjadi trader,” kenangnya sambil memandang foto lama di dinding ruangannya. “Cita-cita saya waktu kecil ingin jadi insinyur. Tapi hidup membawa saya ke jalan yang berbeda.”
Setelah lulus dari Teknik Mesin ITS Surabaya pada tahun 2003, Artha bekerja di perusahaan manufaktur otomotif di Jakarta. Gajinya cukup untuk hidup pas-pasan, tapi hasratnya untuk mencari “penghasilan tambahan” terus membakar semangatnya. Tahun 2005, seorang teman mengenalkannya pada dunia forex.
“Waktu itu saya benar-benar buta tentang forex,” ujarnya tertawa. “Temannya bilang, ‘Artha, ini cara cepat kaya. Modal sedikit, untung besar.’ Dan saya percaya saja.”
Tiga bulan pertama tradingnya adalah bencana. Tanpa pengetahuan memadai, dia mengikuti sinyal dari berbagai “master trading” di forum online, bahkan sampai ikut seminar yang menjanjikan “profit 100% sebulan”. Hasilnya? Modal awalnya sebesar Rp 50 juta ludes dalam waktu dua minggu.
“Itu titik terendah dalam hidup saya,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca. “Saya hampir menyerah. Tapi ada sesuatu dalam diri saya yang bilang, ‘Ini bukan akal-akalan. Ada yang salah dengan pendekatan saya.'”
Selama enam bulan berikutnya, Artha menghilang dari dunia trading. Dia memutuskan untuk belajar serius—membaca buku-buku teknikal analysis, mengikuti webinar internasional, bahkan sampai belajar bahasa Inggris dengan lebih baik agar bisa mengakses sumber-sumber trading dari luar negeri.
“Tahun 2007 saya kembali trading dengan pendekatan berbeda,” jelasnya. “Saya tidak lagi mencari ‘holy grail’ atau indikator ajaib. Saya fokus pada satu hal: memahami perilaku pasar.”
Perjalanan panjangnya membawanya ke berbagai strategi trading—dari swing trading hingga position trading. Tapi tidak ada yang benar-benar cocok dengan kepribadiannya yang cenderung tidak sabar dan menyukai aksi cepat.
“Saya itu tipe orang yang tidak bisa diam terlalu lama,” ujarnya. “Kalau harus nunggu posisi terbuka berhari-hari, itu penyiksaan bagi saya. Saya butuh aksi, saya butuh gerakan.”
Pada tahun 2010, dia secara tidak sengaja menemukan konsep scalping. Saat itu, dia sedang mengamati pergerakan EURUSD dalam timeframe M5 dan menyadari bahwa meskipun secara keseluruhan pasar sedang sideways, ada banyak pergerakan kecil yang bisa dimanfaatkan.
“Itu seperti ‘eureka moment’ bagi saya,” kenangnya. “Saya menyadari bahwa saya tidak perlu menangkap pergerakan besar. Cukup tangkap yang kecil-kecil, tapi sering.”
Tapi penemuan terbesarnya datang pada tahun 2015 ketika seorang teman memperkenalkannya pada konsep rebate forex melalui Onorebate. Awalnya, dia skeptis. “Rebate? Itu kan kecil sekali,” ingatnya menanggapi penjelasan temannya saat itu.
Tapi setelah menghitung ulang, dia menyadari potensinya. Dengan volume transaksi yang tinggi—sesuatu yang memang menjadi karakteristik strategi scalpingnya—rebate bisa menjadi sumber penghasilan kedua yang signifikan.
“Bayangkan, kalau saya melakukan 100 transaksi sehari dengan masing-masing 0.1 lot, dan rebate-nya 0.8 pips per lot, itu sudah 8 pips per hari hanya dari rebate,” jelasnya dengan antusias. “Dalam sebulan, itu bisa 160-200 pips hanya dari rebate, belum lagi profit dari trading itu sendiri.”
Sejak saat itu, Pak Artha mengembangkan sistem tradingnya yang sekarang dikenal sebagai “Artha’s Sideways Scalping System”—kombinasi antara analisis teknis mendalam dan optimasi rebate yang menjadikannya salah satu trader dengan konsistensi profit tertinggi di komunitas forex Indonesia.
Konsep Scalping High Frequency: Seni Membaca Pasar dalam Frame 1-Menit
Scalping itu bukan judi,” tegas Pak Artha saat menjelaskan filosofi tradingnya. “Ini adalah seni membaca mikro-struktur pasar dalam timeframe yang sangat singkat. Banyak orang salah kaprah, mengira scalping itu hanya masuk-keluar pasar dengan cepat tanpa analisis. Padahal, analisis dalam scalping justru harus lebih tajam.”
Dalam ruang tradingnya, Pak Artha menunjukkan bagaimana dia menyiapkan “medan perang”nya sebelum sesi trading dimulai. Lima monitor besar terpasang di dinding, masing-masing menampilkan informasi berbeda:
- Monitor 1: Economic Calendar—untuk menghindari trading saat rilis berita penting
- Monitor 2-4: Multiple charts dengan timeframe M5 dan M15 untuk 6 pasangan mata uang favoritnya
- Monitor 5: Position summary dan rebate tracker dari Onorebate
“Persiapan itu kunci,” ujarnya. “Saya tidak pernah masuk market tanpa persiapan matang. Setiap pagi, saya cek dulu agenda ekonomi hari itu. Kalau ada berita high impact, saya hindari trading. Scalping itu untuk kondisi tenang, bukan untuk kondisi volatilitas tinggi.”
Strategi scalping Pak Artha berfokus pada kondisi pasar sideways—periode di mana harga tidak menunjukkan tren kuat ke atas atau ke bawah, tetapi bergerak dalam rentang tertentu. Menurutnya, kondisi inilah yang paling ideal untuk scalping high frequency.
“Kalau market trending, scalping itu berbahaya,” jelasnya. “Karena kau bisa terjebak melawan tren. Tapi kalau sideways, kau tahu batas atas dan batas bawahnya. Kau bisa bermain di dalam kotak itu.”
Untuk mengidentifikasi kondisi sideways dan peluang entry, Pak Artha mengandalkan kombinasi tiga indikator teknis yang telah dia modifikasi selama bertahun-tahun: Envelope, Moving Average (MA), dan Demarker.
Indikator Envelope: Menentukan Batas Permainan
“Envelope itu seperti garis gawang dalam sepak bola,” jelas Pak Artha sambil menunjukkan chart GBPUSD di layarnya. “Dia menentukan batas atas dan batas bawah permainan. Kalau harga menyentuh garis atas, itu sinyal untuk sell. Kalau menyentuh garis bawah, sinyal untuk buy.”
Dalam sistemnya, Pak Artha menggunakan envelope dengan periode 14 dan deviasi 0.1%. Parameter ini telah dia uji coba selama bertahun-tahun dan terbukti paling efektif untuk timeframe M5 dan M15.
“Banyak trader menggunakan envelope dengan deviasi 0.2% atau lebih, tapi menurut saya itu terlalu lebar untuk scalping,” ujarnya. “Dengan deviasi 0.1%, saya bisa menangkap pergerakan lebih kecil dengan akurasi lebih tinggi.”
Moving Average: Konfirmasi Arah
Setelah harga menyentuh envelope, Pak Artha tidak langsung masuk pasar. Dia menunggu konfirmasi dari Moving Average (MA) dengan periode 20.
“MA itu seperti kompas,” jelasnya. “Dia memberi tahu kita arah pergerakan harga secara umum, meskipun dalam kondisi sideways.”
Dalam sistemnya, aturannya sederhana:
- Untuk entry sell: harga harus menyentuh upper envelope DAN berada di bawah MA
- Untuk entry buy: harga harus menyentuh lower envelope DAN berada di atas MA
“Konfirmasi MA ini penting untuk menghindari false signal,” tegasnya. “Saya pernah masuk pasar hanya karena harga menyentuh envelope, tapi ternyata itu adalah awal dari breakout. Rugi besar. Sejak saat itu, saya selalu menunggu konfirmasi MA.
Demarker: Mengukur Momentum
Indikator ketiga yang menjadi andalan Pak Artha adalah Demarker—indikator oscillator yang mengukur momentum pergerakan harga.
“Demarker itu seperti speedometer,” jelasnya. “Dia memberi tahu kita seberapa kuat momentum pergerakan harga.”
Dalam sistemnya, Pak Artha menggunakan Demarker dengan periode 14 dan level overbought/oversold di 0.7 dan 0.3. Aturannya:
- Untuk entry sell: Demarker harus berada di atas level 0.7 (overbought)
- Untuk entry buy: Demarker harus berada di bawah level 0.3 (oversold)
“Ketiga indikator ini harus memberikan sinyal yang sama baru saya masuk pasar,” tegasnya. “Envelope untuk batas, MA untuk konfirmasi arah, dan Demarker untuk momentum. Kalau salah satu tidak konfirm, saya tunggu.”
Timeframe dan Pasangan Mata Uang Favorit
Pak Artha secara eksklusif trading di timeframe M5 dan M15. “Timeframe lebih rendah dari M5 itu terlalu noisy,” jelasnya. “Terlalu banyak false signal. Timeframe lebih tinggi dari M15 itu terlalu lambat untuk scalping.”
Untuk pasangan mata uang, dia memiliki enam favorit yang selalu dia monitor: GBPUSD, USDCHF, USDCAD, EURJPY, EURGBP, dan EURCHF.
“Kenapa pasangan ini? Karena mereka memiliki karakteristik sideways yang jelas dan spread yang relatif rendah,” jelasnya. “Spread itu musuh nomor satu scalper. Kalau spread terlalu lebar, sudah pasti rugi.”
Eksekusi Cepat, Target Tipis
Salah satu ciri khas strategi Pak Artha adalah target profit yang tipis—hanya 5-8 pips per transaksi. “Banyak trader mengincar profit 20-30 pips per transaksi, tapi itu tidak cocok untuk scalping,” ujarnya.
Dengan target tipis, rasio win rate-nya bisa mencapai 70-80%. “Dengan target 5-8 pips, harga tidak perlu bergerak jauh untuk mencapai target,” jelasnya. “Itu sebabnya win rate saya tinggi.”
Untuk stop loss, Pak Artha menggunakan aturan 1:1.5—artinya stop loss-nya 1.5 kali dari target profit. Jika target profit 6 pips, maka stop loss-nya 9 pips.
“Risk-reward ratio 1:1.5 itu ideal untuk scalping,” ujarnya. “Cukup untuk menutupi spread dan memberikan ruang bagi harga untuk bernapas.”
Dalam sehari, Pak Artha bisa melakukan 50-100 transaksi, tergantung kondisi pasar. “Saya tidak memaksakan diri untuk mencapai target transaksi tertentu,” ujarnya. “Kalau kondisi pasar tidak mendukung, saya berhenti. Tapi kalau kondisi bagus, saya manfaatkan sebaik mungkin.”
Dinamika Psikologis: Hidup di Bawah Tekanan 24 Detik
“Scalping itu 90% psikologi, 10% teknis,” tegas Pak Artha saat membahas aspek mental dalam trading. “Anda bisa memiliki sistem trading terbaik di dunia, tapi kalau psikologinya rapuh, Anda akan gagal.”
Dunia scalping high frequency adalah dunia dengan tekanan luar biasa. Keputusan harus dibuat dalam hitungan detik, kadang bahkan sepersekian detik. Satu keraguan, satu penundaan, bisa berarti beda antara profit dan loss.
“Ketika saya masuk pasar, saya hanya punya waktu sekitar 24 detik untuk memutuskan apakah posisi itu akan berjalan sesuai rencana atau tidak,” jelasnya. “Kalau setelah 24 detik harga tidak bergerak sesuai harapan, saya akan keluar. Tidak ada toleransi.”
Disiplin besi seperti ini tidak datang begitu saja. Pak Artha mengakui bahwa butuh bertahun-tahun untuk melatih mentalnya hingga bisa sekuat sekarang.
“Dulu, saya sering terbawa emosi,” kenangnya. “Kalau loss, saya ingin balas dendam. Masuk lagi dengan lot lebih besar. Hasilnya? Loss lagi. Itu siklus berbahaya yang sulit dihentikan.”
Sekarang, setiap kali dia duduk di depan komputer untuk trading, dia melakukan ritual kecil yang membantunya tetap fokus dan tenang.
“Saya selalu mulai dengan meditasi singkat, hanya 5 menit,” jelasnya. “Saya fokus pada napas, kosongkan pikiran. Setelah itu, saya baca trading plan yang sudah saya buat malam sebelumnya. Saya tidak pernah menyimpang dari trading plan itu.”
Trading plan Pak Artha sangat detail. Selain aturan entry dan exit berdasarkan indikator, dia juga memiliki aturan ketat tentang:
- Waktu trading: hanya antara pukul 22:00 hingga 04:00 UTC (sesi overlap London-New York)
- Maksimal loss per hari: 3% dari equity
- Maksimal transaksi tanpa profit: 5 kali berturut-turut
- Wajib istirahat setiap 1 jam trading selama 15 menit
“Trading plan itu seperti perjanjian dengan diri sendiri,” ujarnya. “Kalau Anda melanggarnya, berarti Anda tidak bisa dipercaya. Dan bagaimana Anda bisa berhasil trading kalau Anda tidak bisa dipercaya?”
Mengelola Emosi dalam Kondisi Ekstrim
Salah satu tantangan terbesar dalam scalping adalah mengelola emosi saat menghadapi serangkaian loss atau profit berturut-turut.
“Saat loss berturut-turut, ada dorongan kuat untuk ‘balas dendam’—masuk pasar lagi dengan lot lebih besar untuk menutup loss sebelumnya,” jelas Pak Artha. “Ini adalah jebakan mematikan. Saya pernah kehilangan 20% equity dalam satu jam karena terbawa emosi seperti ini.”
Sebaliknya, saat profit berturut-turut, ada kecenderungan untuk menjadi serakah—menganggap diri “tak terkalahkan” dan mulai melanggar trading plan.
“Ketika Anda profit 5-6 kali berturut-turut, ada perasaan bahwa Anda adalah ‘dewa trading’,” ujarnya dengan tertawa kecil. “Anda mulai mengabaikan aturan, masuk pasar tanpa konfirmasi, dan sebelum Anda sadari, semua profit yang sudah dikumpulkan hilang dalam satu atau dua transaksi.”
Untuk mengatasi kedua ekstrem ini, Pak Artha mengembangkan apa yang dia sebut “24-Second Rule”—aturan yang mengharuskan dia untuk membuat keputusan dalam 24 detik setelah masuk pasar.
“Ketika saya masuk pasar, timer 24 detik langsung aktif di pikiran saya,” jelasnya. “Dalam 24 detik itu, saya harus evaluasi: apakah harga bergerak sesuai analisis? Apakah ada indikasi reversal? Kalau jawabannya ya, saya keluar. Tidak ada pertimbangan lain.”
Aturan ini, menurutnya, membantu menghilangkan faktor emosi dari keputusan trading. “Ketika Anda hanya punya 24 detik, Anda tidak punya waktu untuk terbawa emosi. Anda hanya bisa mengandalkan analisis dan insting yang sudah terlatih.”
Peran Fisik dalam Performa Trading
Selain mental, Pak Artha juga sangat memperhatikan kondisi fisiknya. “Trading itu bukan hanya aktivitas mental, tapi juga fisik,” ujarnya.
Setiap pagi sebelum sesi trading dimulai, dia selalu berolahraga ringan—biasanya jogging atau yoga selama 30 menit. “Olahraga membantu meningkatkan sirkulasi darah ke otak dan mengurangi stres,” jelasnya.
Selama sesi trading, dia selalu menyediakan air putih dan camilan sehat di sampingnya. “Dehidrasi bisa mempengaruhi konsentrasi,” ujarnya. “Saya juga tidak pernah trading saat lapar atau terlalu kenyang. Kondisi fisik yang tidak optimal akan mempengaruhi pengambilan keputusan.”
Setiap 1 jam, dia wajib beristirahat selama 15 menit—berjalan-jalan di sekitar rumah, melihat pemandangan di luar jendela, atau sekadar duduk dengan mata tertutup.
“Otak tidak bisa bekerja maksimal terus-menerus,” jelasnya. “Istirahat singkat ini membantu ‘me-reset’ pikiran saya, sehingga saya bisa kembali trading dengan fokus penuh.”
Filosofi “No Ego Trading”
Salah satu pelajaran terpenting yang Pak Artha pelajari dalam perjalanan tradingnya adalah pentingnya meninggalkan ego di luar ruang trading.
“Market tidak peduli siapa Anda,” tegasnya. “Market tidak peduli apakah Anda memiliki gelar PhD atau hanya lulusan SMA. Market tidak peduli berapa pengalaman trading Anda. Market hanya bergerak sesuai hukum supply dan demand.”
Filosofi “No Ego Trading” ini membantunya menerima loss sebagai bagian alami dari trading. “Setiap trader, bahkan yang terbaik sekalipun, pasti mengalami loss,” ujarnya. “Yang membedakan adalah bagaimana mereka merespons loss tersebut.”
Daripada melihat loss sebagai kegagalan pribadi, Pak Artha melihatnya sebagai “biaya operasional” trading—sesuatu yang sudah diperhitungkan dalam trading plan.
“Saya tidak pernah marah saat loss,” jelasnya. “Saya hanya mencatat: ‘OK, ini loss ke-3 hari ini. Berdasarkan trading plan, saya harus berhenti trading sekarang.’ Tidak ada emosi, hanya eksekusi aturan.”
Pendekatan ini, menurutnya, adalah kunci untuk bertahan lama dalam dunia trading—terutama dalam scalping high frequency di mana tekanan psikologis sangat tinggi.
“Kalau Anda bisa mengendalikan emosi, Anda sudah memenangkan setengah pertempuran dalam trading,” pungkasnya. “Setengahnya lagi adalah sistem trading yang baik. Tapi tanpa kontrol emosi, sistem trading terbaik pun akan gagal.”
Onorebate: Senjata Rahasia di Balik Dua Kemenangan
“Rebate adalah game changer dalam trading saya,” ujar Pak Artha dengan mata berbinar saat membahas peran Onorebate dalam kesuksesannya. “Dulu, saya hanya fokus pada profit dari trading. Sekarang, saya punya dua sumber penghasilan: profit trading dan rebate. Itu mengubah segalanya.”
Onorebate adalah platform rebate forex terbesar di Indonesia yang memberikan cashback kepada trader untuk setiap transaksi yang mereka lakukan (Onorebate: Rebate Forex Terbesar Indonesia) . Konsepnya sederhana: setiap kali trader membuka posisi, mereka membayar spread atau komisi kepada broker. Sebagian dari spread atau komisi ini kemudian dikembalikan kepada trader dalam bentuk rebate.
“Banyak trader tidak menyadari betapa besar potensi rebate ini,” jelas Pak Artha. “Mereka hanya fokus pada profit dari pergerakan harga, padahal rebate bisa menjadi sumber penghasilan kedua yang sangat signifikan—terutama bagi trader dengan volume transaksi tinggi seperti saya.”
Dalam sistemnya, Pak Artha menerima rebate rata-rata 0.8 pips per lot untuk setiap transaksi. Dengan volume transaksi harian yang bisa mencapai 10-20 lot, rebate saja bisa menghasilkan 8-16 pips per hari.
“Bayangkan, dalam sebulan itu bisa 160-320 pips hanya dari rebate,” ujarnya. “Dalam kondisi pasar yang sulit, di mana profit trading sulit didapat, rebate ini menjadi penyelamat. Saya masih bisa menghasilkan meskipun trading saya break-even.”
Mekanisme Kerja Rebate di Onorebate
Pak Artha menjelaskan bagaimana dia memanfaatkan sistem rebate dari Onorebate secara maksimal:
“Prosesnya sebenarnya sangat sederhana,” jelasnya. “Pertama, saya mendaftar akun trading melalui link afiliasi Onorebate. Kedua, saya daftarkan akun trading saya di dashboard Onorebate. Setelah itu, setiap transaksi yang saya lakukan akan otomatis tercatat dan rebate akan dihitung.”
Rebate dibayarkan setiap minggu dan bisa ditransfer ke berbagai metode pembayaran—akun trading, rekening bank lokal, bahkan dompet cryptocurrency seperti Bitcoin.
“Fleksibilitas pembayaran ini sangat membantu,” ujarnya. “Kadang saya pilih transfer ke akun trading untuk menambah modal. Kadang saya pilih transfer ke rekening bank untuk kebutuhan sehari-hari. Semua bisa disesuaikan dengan kebutuhan.”
Salah satu fitur yang paling dia sukai dari Onorebate adalah transparansi sistemnya. “Saya bisa memantau akumulasi rebate saya secara real-time di dashboard,” jelasnya. “Tidak ada kecurangan atau ketidakjelasan. Semua tercatat dengan transparan.”
Strategi “Rebate-Optimized Trading”
Dengan adanya rebate, Pak Artha mengembangkan apa yang dia sebut “Rebate-Optimized Trading”—strategi trading yang secara eksplisit mempertimbangkan faktor rebate dalam perhitungan profit dan loss.
“Dalam strategi ini, saya tidak hanya menghitung profit bersih dari trading, tapi juga memperhitungkan rebate yang akan saya terima,” jelasnya.
Sebagai contoh, dalam strategi tradisional, jika dia memiliki target profit 6 pips dan stop loss 9 pips, rasio risk-reward-nya adalah 1:1.5. Tapi dengan memperhitungkan rebate 0.8 pips, perhitungannya berubah:
- Jika profit: 6 pips (profit) + 0.8 pips (rebate) = 6.8 pips
- Jika loss: -9 pips (loss) + 0.8 pips (rebate) = -8.2 pips
“Dengan memperhitungkan rebate, rasio risk-reward efektif saya menjadi 1:1.7,” jelasnya. “Itu perbedaan signifikan yang dalam jangka panjang akan sangat mempengaruhi profitabilitas.”
Strategi ini bahkan lebih efektif lagi dalam kondisi break-even—ketika trading tidak menghasilkan profit maupun loss.
“Kalau trading break-even, misalnya keluar di 0 pips, saya masih dapat 0.8 pips dari rebate,” ujarnya. “Itu berarti saya masih profit meskipun trading saya break-even. Bagaimana pun kondisi pasar, selama saya trading, saya akan menghasilkan.”
Menjadi “Top Rebate Gain”
Konsistensi dan volume transaksi tinggi Pak Artha akhirnya membawanya menjadi “Top Rebate Gain” di Onorebate—predikat yang diberikan kepada trader dengan akumulasi rebate tertinggi dalam periode tertentu.
“Pencapaian ini bukan tujuan utama saya,” jelasnya dengan rendah hati. “Saya hanya fokus pada eksekusi trading yang baik dan disiplin. Tapi tentu saja, menjadi Top Rebate Gain adalah bukti bahwa strategi saya efektif.”
Sebagai Top Rebate Gain, Pak Artha sering diundang untuk berbagi pengalaman dalam webinar dan seminar yang diselenggarakan oleh Onorebate. “Saya senang bisa berbagi pengalaman dengan trader lain,” ujarnya. “Semoga mereka juga bisa merasakan manfaat dari rebate.”
Masa Depan dengan ONOREBATE
Pak Artha percaya bahwa rebate akan menjadi semakin penting dalam dunia trading di masa depan—terutama dengan semakin ketatnya persaingan di industri forex.
“Semakin banyak broker yang menawarkan spread rendah, tapi rebate tetap menjadi nilai tambah yang signifikan,” jelasnya. “Saya bahkan memprediksi bahwa di masa depan, rebate akan menjadi salah satu faktor utama yang dipertimbangkan trader dalam memilih broker.”
Untuk trader pemula, Pak Artha menyarankan untuk segera mendaftar di platform rebate seperti Onorebate. “Jangan tunda-tunda,” ujarnya. “Setiap transaksi yang Anda lakukan tanpa rebate adalah uang yang hilang. Mulailah dari sekarang, kumpulkan rebate sebanyak-banyaknya, dan lihat bagaimana itu akan mengubah performa trading Anda dalam jangka panjang.”
Strategi Komprehensif: Tools, Manajemen Risiko, dan Rutinitas Harian
“Trading yang sukses bukan tentang satu strategi ajaib, tapi tentang sistem komprehensif yang mencakup analisis, eksekusi, dan manajemen risiko,” jelas Pak Artha saat memperlihatkan trading journal-ya yang rapi dan detail.
Di ruang kerjanya, sebuah whiteboard besar terpasang di dinding, berisi rumus-rumus dan aturan trading yang menjadi panduannya setiap hari. “Ini adalah ‘sistem operasi’ saya,” ujarnya sambil menunjuk ke whiteboard tersebut. “Tanpa ini, saya akan tersesat.”
Di Tengah Hujan Data, Ia Tetap Tenang
Jam menunjukkan pukul 17:30 WIB ketika Pak Artha menutup laptop tradingnya. Di luar, hujan mulai turun dengan lebat, menciptakan suara gemuruh yang menenangkan. Setelah 9 jam trading dengan total 87 transaksi, dia berhasil mengumpulkan profit 42 pips dan rebate tambahan 9.6 pips—total 51.6 pips untuk hari ini.
“Hasil yang cukup baik,” ujarnya sambil tersenyum sambil menutup jendela untuk mencegah air hujan masuk. “Tidak ada hari yang sempurna dalam trading, tapi hari ini cukup dekat.”
Dia berjalan menuju ruang keluarga di mana istri dan dua anaknya sedang menonton televisi. “Ayah sudah selesai trading?” tanya anak perempuannya yang berusia 8 tahun. “Iya, nak. Ayah sudah selesai,” jawabnya sambil menggendong anaknya.
Bagi Pak Artha, momen-momen sederhana seperti inilah yang sebenarnya menjadi motivasi utamanya dalam trading. “Saya trading bukan untuk menjadi kaya raya atau memamerkan kemewahan,” ujarnya.